Cara lain yang dilakukan peneliti untuk
menyelidiki hubungan stres dengan penyakit adalah dengan memperhitungkan stres
dalam kaitannya dengan perubahan hidup
(atau peristiwa hidup). Perubahan
hidup menjadi sumber stres bila perubahan hidup tersebut menuntut kita untuk
menyesuaikan diri. Perubahan hidup ini dapat berupa peristiwa menyenangkan
seperti pernikahan, dan peristiwa yang menyedihkan seperti kematian orang
tercinta.
Meskipun perubahan hidup
yang menyenangkan (positif) maupun tidak menyenangkan (negatif) dapat
menyebabkan stres, perubahan hidup yang positif mengakibatkan gangguan yang
lebih ringan daripada perubahan hidup yang negatif. Dengan kata lain, stres
karena pernikahan lebih ringan daripada stres yang disebabkan oleh perceraian
atau perpisahan. Perlu dicatat pula bahwa tidak mengalami peristiwa apa pun
(misalnya, tidak ada perubahan hidup) juga dapat menimbulkan stres dan
berhubungan kuat dengan risiko masalah kesehatan fisik.
Faktor-faktor Psikologis
yang mengurangi Stres
Stres
merupakan fakta hidup, tapi cara kita menghadapi stres menentukan kemampuan
kita untuk mengatasi stres tersebut. Individu bereaksi secara berbeda terhadap
stres tergantung berbagai faktor psikologis seperti: bagaimana individu
memaknai peristiwa yang menimbulkan stres tersebut. Contohnya suatu peristiwa
hidup seperti kehamilan, merupakan stresor negatif atau positif tergantung pada
seberapa besar hasrat pasangan untuk memiliki anak dan kesiapan mereka merawat
seorang anak. Dapat dikatakan, stres karena kehamilan ditentukan oleh seberapa
besar nilai seorang anak bagi pasangan dan persepsi mereka terhadap kemampuan
mereka membesarkan anak. Selanjutnya perlu kita ketahui faktor-faktor
psikologis yang dapat mengurangi atau menahan efek dari stres, sebagai berikut:
Ketahanan Psikologis
Ketahanan psikologis dapat membantu dalam
mengelola stres yang dialami. Penelitian tentang ketahanan psikologis terutama
adalah kontribusi dari Suzane Kobasa (1979) dan koleganya yang menyelidiki para
eksekutif bisnis yang memiliki ketahanan terhadap penyakit, walaupun mereka
mengalami beban stres yang berat. Tiga perangai utama yang membedakan ketahanan
psikologis para eksekutif tersebut yaitu:
- Komitmen yang tinggi. Para eksekutif tangguh ini yakin sekali pada apa yang mereka lakukan dan melibatkan diri sepenuhnya terhadap pekerjaan dan situasi kerja. Mereka tidak pernah mencoba untuk menjauhkan diri dari situasi dan pekerjaan mereka.
- Tantangan yang tinggi. Para eksekutif yang tangguh percaya perubahan merupakan suatu hal yang normal, mereka tidak terpaku pada kondisi stabil saja, tetapi tertantang untuk mengatasi atau melakukan perubahan.
- Pengendalian yang kuat terhadap hidup. Para eksekutif yang tangguh percaya dan bertindak dengan keyakinan bahwa diri mereka sendirilah yang menentukan reward dan hukuman (ganjaran positif dan negatif) yang mereka terima dalam hidup ini.
Optimisme
Penelitian lain juga menunjukkan adanya hubungan
antara optimisme dengan kesehatan yang lebih baik. Misalnya, pasien yang
mempunyai pikiran lebih pesimis selama masa sakitnya akan lebih menderita dan
mengalami distres. Pikiran-pikiran pesimistis itu misalnya: “Saya tidak dapat
melakukan apa-apa lagi,” Tidak ada orang yang peduli pada penderitaanku,” dan
“Tidak adil kalau saya hidup seperti ini.”
Dalam suatu studi pada pasien sakit jantung, sikap
optimis menunjukkan tingkat depresi yang lebih rendah ketika dievaluasi setahun
kemudian dan pasien-pasien lain yang mengalami prosedur operasi bypass arteri koroner yang mempunyai
sikap lebih optimis tentang operasi tersebut menunjukkan hasil yang lebih baik
(adanya komplikasi yang lebih sedikit apabila harus menjalani perawatan di
rumah sakit atau operasi kembali) daripada pasien yang lebih pesimistis.
Dukungan Sosial
Semakin luasnya jaringan kontak sosial yang
dimiliki seseorang berhubungan dengan besarnya resistansi/ketahanan terhadap
berkembangnya infeksi ketika seseorang terkena virus flu biasa. Para penyelidik
percaya bahwa memiliki kontak sosial yang luas membantu bahwa orang-orang
dengan tingkat dukungan sosial yang lebih tinggi kelihatannya akan hidup lebih
lama. Dalam studi terhadap orang Swedia, para peneliti mengobservasi para
laki-laki separuh baya yang mengalami stres berat yang disebabkan karena
kesulitan keuangan atau masalah serius dengan anggota keluarga. Ditemukan bahwa
laki-laki yang stres berat dan tidak mendapat dukungan sosial kemungkinan
terancam kematian 3 kali lipat lebih besar dalam jangka waktu 7 tahun daripada
orang-orang yang mengalami stres rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar