SELAMAT DATANG DI WEBLOG QSP INDONESIA. HP. +6282-301433410 (Abi) # JADWAL: Diselenggarakan Hari XXX, Tempat: di xxx. Pkl. xxx WIB -

Rabu, 29 April 2015

ANTI STRESS

FUNGSI ANTI STRES
Penekanan Psikologis telah diperlihatkan pada tingkat aktivasi dari sistem nerves simpatik dan poros tentang ginjal hypothalamic pituitary. Aktivasi meningkat ini melepaskan adrenaline, noradrenaline, dan cortisol, yang mengendalikan kecepatan-angka hati lebih cepat, ditingkat keluaran jantung, dan arteri lebih rendah. Perubahan ini, pada gilirannya meningkatkan tekanan darah. Aktivasi dari sistem ini juga mempercepat kemajuan dari atherosclerosis dan dapat menyebabkan ke plak akut pecah, hasil ischemia dari suatu perasaan tertekan dan penyakit jantung.


Stres Reduction
Training QSP dalam mendongkrak potensi setiap mereka para pesertanya yang melakukan metode program yang dilatih dalam training ini, salahsatu manfaatnya adalah meredam tekanan-tekanan psikologis yang menyerang pada umumnya para profesional dan pekerja. Menurut Charles dan Sharason menjelaskan bahwa stres kerja terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang atau tidak sesuai dengan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya. Stres dalam pekerjaan menimbulkan konsekuensi yang bermacam–macam jenisnya, baik berupa akibat kognitif, fisiologis maupun keorganisasian. Akibat kognitif dari stres antara lain adalah ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang konsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat fisiologis dari stres antara lain adalah tekanan darah naik, mulut kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat keorganisasian dari stres antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan kerja, menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi (Gibson, Ivancevich dan Donnely, 1988).


Menurut Penelitian Beker dkk (1987), stres yang dialami oleh seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga menyimpulkan bahwa stres akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease cells. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit yang cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak memproduksi sel–sel kekebalan tubuh, ataupun sel-sel antibody banyak yang kalah.

Dua orang peneliti yaitu Plaut dan Friedman (1981) berhasil menemukan hubungan antara stres dengan kesehatan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa stres sangat berpotensi mempertinggi peluang seseorang untuk terinfeksi penyakit, terkena alergi serta menurunkan system autoimmune-nya. Selain itu ditemukan pula bukti penurunan respon antibody tubuh di saat mood seseorang sedang negatif, dan akan meningkat naik pada saat mood seseorang sedang positif.
Adapun menurut Dr. S. Braham (1990), ada empat macam bentuk kelompok simptom yang merupakan indikasi munculnya dampak negatif dari stres kerja, yaitu:

a. Gejala fisik, dapat berupa munculnya keluhan sakit kepala, gangguan tidur, kelelahan, sembelit, diare, peningkatan tekanan darah, ketegangan otot (terutama di leher dan bahu), penurunan nafsu makan.
b. Gejala emosional, berupa kecemasan, depresi, perubahan suasana hati, mudah marah, gugup, self esteem yang rendah, agresi, apatis, frustasi.
c. Gejala intelektual, berupa kurang dan sulit berkonsentrasi, keterpakuan pada satu ide, melamun yang berlebihan, produktivitas menurun dan tidak mampu mengambil keputusan.
d. Gejala interpersonal, berupa pengasingan diri dari rekan sekerja, mendiamkan orang lain, mempersalahkan orang lain, kehilangan kepercayaan terhadap orang lain, sikap defensif.

Dari hasil survei yang pernah dilakukan oleh peneliti didapatkan data pekerja yang mengalami stres kerja yang cukup sebanyak 11 orang. Kebanyakan subjek mengalami stres kerjanya diakibatkan oleh beban pekerjaan yang berlebihan sehingga dampak dari stres kerja tersebut adalah banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikannya dengan tepat waktu, dalam hubungannya dengan rekan kerja juga mengalami gangguan seperti subjek tidak ingin diajak bicara, marah, tegang dan sulit untuk berkonsentrasi pada pekerjaannya. Sebagaian dari subjek mengatasinya dengan cara makan yang lebih banyak dari biasanya, menyediakan obat sakit kepala untuk diminum sewaktu-waktu bila merasa stres, mendengarkan musik untuk menghibur diri atau bahkan terkadang subjek tidak melakukan apa-apa sehingga mereka hanya mendiamkan saja sehingga subjek sehingga subjek tetap saja merasakan stres dari pekerjaannya.

Adapun menurut Dr. S. Braham (1990), ada empat macam bentuk kelompok simptom yang merupakan indikasi munculnya dampak negatif dari stres kerja, yaitu:
a. Gejala fisik, dapat berupa munculnya keluhan sakit kepala, gangguan tidur, kelelahan, sembelit, diare, peningkatan tekanan darah, ketegangan otot (terutama di leher dan bahu), penurunan nafsu makan.
b. Gejala emosional, berupa kecemasan, depresi, perubahan suasana hati, mudah marah, gugup, self esteem yang rendah, agresi, apatis, frustasi.
c. Gejala intelektual, berupa kurang dan sulit berkonsentrasi, keterpakuan pada satu ide, melamun yang berlebihan, produktivitas menurun dan tidak mampu mengambil keputusan.
d. Gejala interpersonal, berupa pengasingan diri dari rekan sekerja, mendiamkan orang lain, mempersalahkan orang lain, kehilangan kepercayaan terhadap orang lain, sikap defensif
Dari hasil survei yang pernah dilakukan oleh peneliti didapatkan data pekerja yang mengalami stres kerja yang cukup sebanyak 11 orang. Kebanyakan subjek mengalami stres kerjanya diakibatkan oleh beban pekerjaan yang berlebihan sehingga dampak dari stres kerja tersebut adalah banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikannya dengan tepat waktu, dalam hubungannya dengan rekan kerja juga mengalami gangguan seperti subjek tidak ingin diajak bicara, marah, tegang dan sulit untuk berkonsentrasi pada pekerjaannya. Sebagaian dari subjek mengatasinya dengan cara makan yang lebih banyak dari biasanya, menyediakan obat sakit kepala untuk diminum sewaktu-waktu bila merasa stres, mendengarkan musik untuk menghibur diri atau bahkan terkadang subjek tidak melakukan apa-apa sehingga mereka hanya mendiamkan saja sehingga subjek tetap saja merasakan stres dari pekerjaannya.

Amigdala Reduction
Dalam suatu penelitian di San Fransisco Medical Centre, University of California, telah menemukan bahwa praktek seperti yang diaplikasikan dalam Training QSP ini dapat menjinakkan amigdala, yakni suatu wilayah otak yang merupakan pusat ingatan rasa takut. Mereka menemukan bahwa mempraktekkan pelatihan tersebut yang sungguh-sungguh dan teratur, maka seseorang lebih kecil kemungkinannya mengalami shock, putus asa, kaget atau marah dibandingkan orang lain. Dalam sebuah penelitian terpisah para ilmuwan di University of Wisconsin di Madison, menggunakan teknik scanning baru untuk menyelidikan aktivitas otak pada sekelompok Pelaku Meditasi. Penelitian ini mengisyaratkan bahwa orang-orang ini lebih mungkin mengalami emosi positif. 

The National Institute for Occupational Safety & Health mendapatkan bahwa penyakit-penyakit yang berkaitan dengan stres telah membebani perusahaan-perusahaan sebesar $ 200 milyar setahun dalam bentuk peningkatan absensi, keterlambatan, dan tingginya turnover pegawai berbakat atau berprestasi. Antara 70% sampai 90% dari kunjungan rumah sakit pegawai berkaitan dengan stres. Mereka terkesima dengan penemuan, dari the national institute of health, the university of masaachusetts, and the mind/body medical institute di Harvard University mengatakan bahwa meditasi aktivasi theta otak tengah melalui rangasangan musik gelombang otak dapat meningkatkan kualitas yang dibutuhkan perusahaan dari pegawainya: penurunan aktivitas gelombang otak, peningkatan kemampuan intuitif, konsentrasi yang lebih baik dari para pegawainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar