SELAMAT DATANG DI WEBLOG QSP INDONESIA. HP. +6282-301433410 (Abi) # JADWAL: Diselenggarakan Hari XXX, Tempat: di xxx. Pkl. xxx WIB -

Sabtu, 16 Mei 2015

TRANSPERSONAL



Menurut Maslow pengalaman keagamaan adalah peak experience, plateau dan farthest reaches of human nature. Oleh karena itu Psikologi belum sempurna sebelum difokuskan kembali pada pandangan spiritual dan transpersonal. Dia menulis : "Ishould say also that I consider Humanistic, Third  Force Psychology, to be transsitional a preparation for a still higher" rather than in human needs and interest going beyond humanness identity, self actualization and the like " (Maslow, 1968). 

Atas kritik angkatan-angkatan sebelumnya, psikologi transpersonal adalah kelanjutan dari psikologi humanistis, yang gilirannya melanjutkan pemikiran Jung dan Frankl, kita juga harus menyebut William James yang dalam beberapa hal mempengaruhi pemikiran Jung. Psikologi transpersonal berusaha menggabungkan tradisi psikologis dengan tradisi agama-agama besar di dunia. Dia ingin mengambil pelajaran dari kearifan perenial (philosohia perennis).


Sepanjang zaman manusia bertanya "Siapakah Aku ?". Tradisi keagamaan menjawabnya dengan menukik terlalu dalam. "Wujud Spiritual adalah Ruh". Praktik-praktik keagamaan mengajarkan kita untuk menyambung diri kita dengan bagian diri kita yang terdalam ini. Psikologi Modern menjawab dengan menengok kedalam (tidak telalu dalam). "Self, ego dan eksistensi psikologis dan psikoterapi adalah perjalanan psikologis untuk menemukan diri. Psikologi Transpersonal menggabungkan kedua jawaban ini. Ia mengambil pelajaran psikologi dan kearifan agama. Ia mengajarkan praktik praktik untuk mengantarkan manusia pada kesadaran spiritual diatas id, ego dan super ego Freud. 

Agama-agama mengajarkan tentang kesadaran spiritual yang luas dan multidemsional. Diri kita eksistensi psikologis kita, hanyalah penampakan luar dari esensi spiritual kita. Penjelasan ilmu psikologi yang berkutat hanya pada penampakan luar jelas tidak memadai. Menyembuhkan gangguan mental dengan menggarap diri lahiriah kita, sama saja dengan mendrong mobil mogok tanpa memperbaiki mesinnya. 

Cortright (1997) menulis "Studi sedalam apapun tentang genetika, biokimia atau neurologi pada satu sisi atau sistem keluarga, interaksi ibu anak dan pengalaman masa kecil pada sisi yang lain atau dengan perkataan lain, tidak ada penjelasan apapun yang memperhitungkan hanya penampakan luar dari masalah nature (Tabiat) dan Nurture (Lingkungan) dapat memberikan jawaban memuaskan pada masalah fundamental kehidupan. Hanya dengan memandang  kedimensi spiritual yang memasukan dan sekaligus mentransendenkan guna menemukan jawaban yang tepat untuk masalah eksistensi manusia. 

Sejak Tahun 1969, ketika journal of transpersonal Psychology terbit untuk pertama kalinya, psikologi mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia. Penelitian dilakukan untuk memahami gejala-gejala ruhaniah seperti: pengalaman mistis, ekstasi, kesadaran kosmis, kesadaran ruhaniah, aktualisasi transpersonal, pengalaman dan kecerdasan spiritual. 

Marsha Sinetar dan Khalil Khavari menyampaikan definisi kecerdasan spiritual yang lebih sesuai dengan perkembangan tekhnologi psikologi mutakhir. Menurut Sinetar Kecerdasan Spiritual adalah pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan dan efektivitas yang terinspirasi, theisness atau penghayatan ketuhanan yang didalamnya kita semua menjadi bagian. (Sinetar, 2000). 

Menurut Khalil Khavari. Kecerdasan Spiritual adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita- ruh manusia. Kita harus mengenalinya seperti apa adanya menggosoknya sehingga berkilap dengan tekad yang besar dan mengunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti 2 bentuk kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan juga diturunkan. Akan tetapi kemampuannya untuk ditingkatkan tampaknya tidak terbatas. Spiritual mampu mengantarkan hidup anda lebih bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar