Menurut Maslow pengalaman
keagamaan adalah peak experience, plateau dan farthest reaches of human nature.
Oleh karena itu Psikologi belum sempurna sebelum difokuskan kembali pada
pandangan spiritual dan transpersonal. Dia menulis : "Ishould say also
that I consider Humanistic, Third Force
Psychology, to be transsitional a preparation for a still higher"
rather than in human needs and interest going beyond humanness identity, self
actualization and the like " (Maslow, 1968).
Atas kritik angkatan-angkatan
sebelumnya, psikologi transpersonal adalah kelanjutan dari psikologi
humanistis, yang gilirannya melanjutkan pemikiran Jung dan Frankl, kita juga
harus menyebut William James yang dalam beberapa hal mempengaruhi pemikiran
Jung. Psikologi transpersonal berusaha menggabungkan tradisi psikologis dengan
tradisi agama-agama besar di dunia. Dia ingin mengambil pelajaran dari kearifan
perenial (philosohia perennis).
Sepanjang zaman manusia bertanya
"Siapakah Aku ?". Tradisi keagamaan menjawabnya dengan menukik
terlalu dalam. "Wujud Spiritual adalah Ruh". Praktik-praktik
keagamaan mengajarkan kita untuk menyambung diri kita dengan bagian diri kita
yang terdalam ini. Psikologi Modern menjawab dengan menengok kedalam (tidak
telalu dalam). "Self, ego dan eksistensi psikologis dan psikoterapi adalah
perjalanan psikologis untuk menemukan diri. Psikologi Transpersonal
menggabungkan kedua jawaban ini. Ia mengambil pelajaran psikologi dan kearifan
agama. Ia mengajarkan praktik praktik untuk mengantarkan manusia pada kesadaran
spiritual diatas id, ego dan super ego Freud.
Agama-agama mengajarkan tentang
kesadaran spiritual yang luas dan multidemsional. Diri kita eksistensi
psikologis kita, hanyalah penampakan luar dari esensi spiritual kita.
Penjelasan ilmu psikologi yang berkutat hanya pada penampakan luar jelas tidak
memadai. Menyembuhkan gangguan mental dengan menggarap diri lahiriah kita, sama
saja dengan mendrong mobil mogok tanpa memperbaiki mesinnya.
Cortright (1997) menulis
"Studi sedalam apapun tentang genetika, biokimia atau neurologi pada satu
sisi atau sistem keluarga, interaksi ibu anak dan pengalaman masa kecil pada
sisi yang lain atau dengan perkataan lain, tidak ada penjelasan apapun yang
memperhitungkan hanya penampakan luar dari masalah nature (Tabiat) dan Nurture
(Lingkungan) dapat memberikan jawaban memuaskan pada masalah fundamental
kehidupan. Hanya dengan memandang kedimensi
spiritual yang memasukan dan sekaligus mentransendenkan guna menemukan jawaban
yang tepat untuk masalah eksistensi manusia.
Sejak Tahun 1969, ketika journal
of transpersonal Psychology terbit untuk pertama kalinya, psikologi mulai
mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia. Penelitian dilakukan
untuk memahami gejala-gejala ruhaniah seperti: pengalaman mistis, ekstasi,
kesadaran kosmis, kesadaran ruhaniah, aktualisasi transpersonal, pengalaman dan
kecerdasan spiritual.
Marsha Sinetar dan Khalil Khavari
menyampaikan definisi kecerdasan spiritual yang lebih sesuai dengan
perkembangan tekhnologi psikologi mutakhir. Menurut Sinetar Kecerdasan
Spiritual adalah pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan dan efektivitas yang
terinspirasi, theisness atau penghayatan ketuhanan yang didalamnya kita semua
menjadi bagian. (Sinetar, 2000).
Menurut Khalil Khavari.
Kecerdasan Spiritual adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita- ruh
manusia. Kita harus mengenalinya seperti apa adanya menggosoknya sehingga
berkilap dengan tekad yang besar dan mengunakannya untuk memperoleh kebahagiaan
abadi. Seperti 2 bentuk kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual dapat
ditingkatkan dan juga diturunkan. Akan tetapi kemampuannya untuk ditingkatkan
tampaknya tidak terbatas. Spiritual mampu mengantarkan hidup anda lebih
bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar