Kecerdasan sebenarnya ”built in”
dalam jiwa setiap manusia dan menjadi istilah logis yang di istilahkan para
ilmuwan adalah Sumber Daya Individu. Komitmen Intelektual yang mendewakan
pencapaian nilai-nilai melalui logika dan nilai matematis, tidak bisa menjamin
nilai-nilai dasar manusia itu sendiri yang sekaligus merupakan kunci bangkitnya
sebuah kesuksesan hidup. Kapasitas batin yang membuat kita mengetahui sesuatu
ketika pikiran kita tidak mengetahuinya. Intuisi adalah kemampuan untuk
mengetahui sesuatu tanpa melalui proses reasoning atau conscious analyzing
hingga kita bisa menjawab "what to do". Intuisi dalam pengertian
seperti di atas, kata banyak orang malah sebenarnya semakin kita butuhkan di
era informasi dan globalisasi ini.
Di era dimana informasi menjadi
semakin berlimpah seperti sekarang ini, justru terkadang malah membuat kita
semakin kurang informatif karena saking banyaknya informasi. Di samping itu,
perubahan realitas yang dipicu oleh kemajuan teknologi, juga menuntut
orang-orang tertentu harus mengambil keputusan cepat dan tepat. Untuk
memutuskan sesuatu yang dasarnya informasi akurat secara internal dan
eksternal, maka peranan intuisi menjadi semakin besar. Apa gunanya kita
mengetahui banyak berita tentang dunia ini melalui TV, Hp, radio, internet, dan
lain-lain, tetapi kita tidak mengetahui informasi yang tepat, yang membuat kita
tahu apa yang mesti kita lakukan. Albert Einstein (1879-1955) mungkin punya
argumen tersendiri saat mengatakan: "The only real valuable thing is
intuition" Padahal, track record-nya adalah ilmuwan, yang kalau menurut
lazimnya, harus berbicara mengenai pentingnya reasoning, analyzing, knowing by
fact, dan seterusnya. Ada lagi yang mengartikannya sebagai cara belajar, lebih
tepatnya adalah bagaimana seseorang mendapatkan informasi dan mengambil
keputusan. Cara belajar yang intuitive, menurut Jean M. Kummerow, dkk (Work
Types: 1997), berbeda dengan cara belajar yang sensitif (sensing: meraba
materi). Bentuk cara belajar intuitive itu antara lain: abstrak, imajinatif,
koleksi ide-ide, teoritis, dan original (personal uniqueness).
Pada “Training QSP”, para
pesertanya akan diajarkan bagaimana membangun nilai-nilai dasar pada kesejatian
diri, yang mengarah pada nilai-nilai etika dan bahkan menyentuh aspek
spiritual. Ketika kita sudah sanggup melakukan sesuatu dengan cepat (tanpa
perlu berpikir keras, panjang dan lama) dan tingkat akurasi yang tinggi (The
unconsciously skilled), maka tingkat keahlian kita akan meningkat levelnya.
Stephen R. Covey, menyebutnya sebagai habit. Untuk melatih habit, maka
syaratnya harus tiga, yaitu:
a). mengasah ketrampilan
b). menambah pengetahuan
c). memiliki keinginan yang kuat
Ketertarikan para pakar terhadap
adanya faktor kecerdasan baru manusia, kian meningkat. Sayangnya, tidak ada
sekolah atau kursus untuk ini sehingga harus dari inisiatif sendiri. Salah satu
caranya adalah dengan menjalankan intuitive learning, seperti yang disarankan
dalam Training QSP yang akan membuat kita dapat mengambil keputusan secara
unconsciuous (tidak usah dipikir dulu).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar